Geisha merupakan julukan yang disematkan kepada wanita yang bekerja sebagai pekerja seni tradisional di Jepang. Seorang geisha menjalani pelatihan yang sangat ketat. Satu lagi tradisi unik asal Negara Jepang, geisha. Geisha merupakan julukan yang disematkan kepada wanita yang bekerja sebagai pekerja seni tradisional di Jepang. Menjadi seorang geisha dibutuhkan pelatihan ketat selama bertahun-tahun. Mereka berkerja keras mengasah bakat artistiknya seperti bermain musik dan menari.
Bagi yang kurang pengetahuan, istilah geisha selalu disangkutkan dengan kegiatan prostitusi. Faktanya geisha tidak menjual tubuhnya kepada tamu yang berkunjung. Seorang geisha bekerja secara bergantian dengan PSK kelas tinggi di Jepang yang disebut oiran. Tugas geisha adalah memainkan musik, menari, dan menggoda tamu agar tetap terhibur sembari menunggu kedatangan oiran. Hal ini yang terus dibanggakan oleh geisha, pada abad ke-19 mereka mempunyai sebuah semboyan “kami menjual seni, bukan tubuh. Kami tak pernah menjual diri, tubuh kami, demi uang.”
Awal mula stigma negatif geisha ini dimulai pada akhir perang dunia ke-II. Saat itu banyak PSK Jepang yang mendatangi anggota militer AS dan mengaku sebagai geisha. Mereka memancing anggota militer AS dengan fantasi eksotis dari geisha. Ketika kekalahan Jepang atas sekutu pada perang dunia ke-II banyak wanita yang putus asa rela tidur dengan musuh hanya agar bisa mendapatkan makanan.
Hasil wawancara dengan salah satu pasangan suami istri terkait geisha, bahwa suaminya setiap minggu 2x mengunjungi geisha tersebut. Saat istrinya di wawancara apakah cemburu dan mengizinkan suaminya mengunjungi geisha, namun jawaban dari istrinya sungguh sangat mengejutkan bahwa “saya merasa bangga suami saya sudah pernah dilayani oleh geisha”. Sungguh diluar dugaan bukan nakama pongo.
Selain itu remaja perempuan di Jepang sebagian besar jika nakama pongo mau menjadi apa nanti saat sudah besar, maka mereka akan sangat tegas menjawab akan menjadi seorang “Geisha. Berikut akan di paparkan fakta terkait “geisha” yang banyak orang tidak tahu.
Sejarah tentang “Geisha bisa nakama pongo baca lebih detail lagi melalui website wikipedia dan nakama pongo juga bisa baca artikel terkait dengan samurai melalui link website berikut
Fakta Tentang Geisha
Geisha juga terdapat beberapa fakta yang banyak ornag tidak mengetahuinya. Berikut akan dipaparkan 5 fakta terkait “Geisha”.
-
Geisha bukan PSK
Terlepas dari apa yang pernah Anda dengar, geisha tidak menjual tubuhnya pada para pelanggan. Faktanya, mereka bahkan dilarang keras melayani tetamunya hingga ranjang.
Geisha dipekerjakan untuk menjamu pelanggan pria, bergiliran dengan PSK kelas tinggi yang disebut oiran. Para geisha bertugas memainkan musik, menari, dan menggoda para pria agar mereka tetap terhibur sementara mereka menunggu kedatangan oiran. Tugas para geisha adalah menjaga agar para pria tidak keluar dari ruangan dan membuat mereka merasa seakan punya aura memesona.
Mereka membiarkan para lelaki itu membayangkan diri mereka sebagai kuda jantan yang bisa merayu wanita cantik, bukannya para hidung belang yang putus asa yang harus membayar untuk mendapat layanan seks. Namun, para geisha dilarang berhubungan seks dengan para pria
Beberapa rumah bordil bahkan melarang geisha duduk terlalu dekat dengan para pelanggan, khawatir mereka bakal ‘mencuri’ rejeki para oiran. Sikap itulah yang dibanggakan para geisha, sehingga pada Abad ke-19 mereka punya semacam semboyan. “Kami menjual seni, bukan tubuh. Kami tak pernah menjual diri, tubuh kami, untuk uang.”
-
Geisha pertama adalah pria
Sejarah mencatat, perempuan belum menjadi geisha hingga tahun 1751. Kala itu, gagasan seorang wanita bisa menjadi geisha dianggap aneh. Sampai-sampai rumah minum mengiklankan mereka sebagai ‘geisha perempuan’, sebab, hingga saat itu, setiap geisha adalah seorang pria. Geisha pria sudah ada sejak ratusan tahun, namun mereka belum menyebut diri sebafai ‘geisha’ hingga tahun 1600-an.
Namun, sejak Abad ke-13, dilaporkan ada sejumlah pria yang melakukan kerja para geisha: menghibur tuannya dengan menyajikan teh, membawakan lagu, menceritakan lelucon, dan membuat mereka merasa seperti orang paling penting di ruangan. Pada tahun 1600-an, para pria tersebut menyebut diri mereka dengan geisha dan bekerja di rumah pelacuran kelas tinggi. Tugas mereka adalah menghibur para tamu, membuat mereka tetap senang, selagi menanti para PSK.
Meski kini lebih berasosiasi dengan perempuan, namun, masih banyak pria di Jepang yang bekerja sebagai geisha. Salah satu laporan menyebut, ada sekitar 7.000 geisha pria yang bekerja di Distrik Kabuki-Cho, Tokyo. Geisha pria kembali bermunculan pada tahun 1960-an ketika pasar untuk para perempuan tajir yang ingin menghabiskan waktu, menanti para suami pulang kerja, mulai terbuka.
Tak mau kalah dengan para suami yang kerap mengadakan rapat di rumah geisha, para istri juga merasa berhak memiliki rumah geisha untuk mereka, jadi para perempuan tersebut membayar sejumlah pria penghibur.
Saat ini, ada sejumlah klub di mana para perempuan bisa menyewa jasa ‘geisha pria’ yang lebih sering disebut hosuto. Tak seperti geisha asli, para hosuto tak punya keterampilan seni seperti pendahulu mereka zaman lampau. Namun, setidaknya, mereka bisa menemani para pelanggan minum, memuji mereka, dan membuat para perempuan berduit itu merasa istimewa.
-
Geisha perempuan berpakaian pria
Sebelum geisha pria, ada juga kelompok yang disebut shirabyoshi. Mereka adalah perempuan, namun menyamar sedemikian rupa untuk menyembunyikan identitas mereka dari pelanggan.
Para perempuan itu mengenakan pakaian pria. Shirabyoshi adalah penari perempuan yang pekerjaannya mirip dengan geisha. Mereka mengenakan riasan putih, bercerita, memainkan pertunjukan, bermain musik, dan menghibur tamu.
Tak ada yang 100 persen yakin mengapa para perempuan tersebut mengenakan pakaian pria. Namun, teori paling populer menyebut, hal itu dilakukan untuk menarik perhatian samurai. Kala itu, kebanyakan samurai memiliki kekasih sesama jenis yang usianya jauh lebih muda.
-
Pitak di puncak kepala
Salah satu mengenali geisha tanpa kostum dan riasan adalah dari pitak di puncak kepala mereka. Saat bekerja, pitak itu biasanya ditutupi dengan rambut palsu atau disamarkan dengan tatanan rambut. Diam-diam, semua geisha di Jepang punya bagian tidak berambut di kepala mereka yang didapat saat mereka menjalani pelatihan sebagai maiko.
Maiko diwajibkan punya tatanan rambut yang luar biasa, yang mengharuskan mereka untuk menarik kumpulan rambut di bagian atas kepala mereka agar membentuk semacam konde. Kebiasaan itu menyebabkan begitu banyak tekanan pada rambut, yang akhirnya akan rontok dan tidak pernah tumbuh kembali.
Para geisha menyebut pitak itu sebagai “medali kehormatan maiko”. Di Jepang, itu dianggap sebagai tanda kebanggaan. Namun, para geisha yang baru pulang dari Eropa merasa malu dan terhina gara-gara disinggung soal pitak di kepala mereka.
-
Makin senior, dandanan makin simpel
Citra geisha dalam benak banyak orang adalah gadis dengan kimono dan dekorasi yang rumit di rambutnya, seluruh wajahnya ditutupi bedak atau cat putih. Ternyata, itu bukan tampilan geisha, melainkan maiko para magang. Cat wajah putih dan ornamen yang mereka kenakan sebenarnya adalah simbol dari kurangnya pengalaman.
Tidak semua geisha masih muda. Makin senior geisha, ia justru kian dihargai. Pada masa kejayaan mereka, geisha yang paling populer berusia sekitar lima puluhan dan enam puluhan. Geisha percaya bahwa mereka menjadi lebih cantik saat mereka tumbuh dewasa, dan semakin tua usia seorang penghibur, mereka boleh memamerkan wajah asli mereka tanpa bedak.
Seorang geisha muda wajib memakai cat wajah putih di acara-acara khusus, namun begitu dia berusia 30 tahun, dia akan diizinkan untuk tak memakainya. Geisha akan pensiun jika mereka menikah. Geisha tertua yang masih bekerja saat ini, Yuko Asakusa, berusia 94 tahun dan telah bekerja sebagai geisha sejak dia berumur 16 tahun. Geisha yang berusia 94 tahun itu dianggap premium. Dia biasanya dipekerjakan oleh politisi dan pebisnis yang sangat kaya.
Geisha merupakan julukan yang disematkan kepada wanita yang bekerja sebagai pekerja seni tradisional di Jepang. Seorang geisha menjalani pelatihan yang sangat ketat. Satu lagi tradisi unik asal Negara Jepang, geisha. Geisha merupakan julukan yang disematkan kepada wanita yang bekerja sebagai pekerja seni tradisional di Jepang. Menjadi seorang geisha dibutuhkan pelatihan ketat selama bertahun-tahun. Mereka berkerja keras mengasah bakat artistiknya seperti bermain musik dan menari.
Bagi yang kurang pengetahuan, istilah geisha selalu disangkutkan dengan kegiatan prostitusi. Faktanya geisha tidak menjual tubuhnya kepada tamu yang berkunjung. Seorang geisha bekerja secara bergantian dengan PSK kelas tinggi di Jepang yang disebut oiran. Tugas geisha adalah memainkan musik, menari, dan menggoda tamu agar tetap terhibur sembari menunggu kedatangan oiran. Hal ini yang terus dibanggakan oleh geisha, pada abad ke-19 mereka mempunyai sebuah semboyan “kami menjual seni, bukan tubuh. Kami tak pernah menjual diri, tubuh kami, demi uang.”
Awal mula stigma negatif geisha ini dimulai pada akhir perang dunia ke-II. Saat itu banyak PSK Jepang yang mendatangi anggota militer AS dan mengaku sebagai geisha. Mereka memancing anggota militer AS dengan fantasi eksotis dari geisha. Ketika kekalahan Jepang atas sekutu pada perang dunia ke-II banyak wanita yang putus asa rela tidur dengan musuh hanya agar bisa mendapatkan makanan.
Hasil wawancara dengan salah satu pasangan suami istri terkait geisha, bahwa suaminya setiap minggu 2x mengunjungi geisha tersebut. Saat istrinya di wawancara apakah cemburu dan mengizinkan suaminya mengunjungi geisha, namun jawaban dari istrinya sungguh sangat mengejutkan bahwa “saya merasa bangga suami saya sudah pernah dilayani oleh geisha”. Sungguh diluar dugaan bukan nakama pongo.
Selain itu remaja perempuan di Jepang sebagian besar jika nakama pongo mau menjadi apa nanti saat sudah besar, maka mereka akan sangat tegas menjawab akan menjadi seorang “Geisha. Berikut akan di paparkan fakta terkait “geisha” yang banyak orang tidak tahu.
Sejarah tentang “Geisha bisa nakama pongo baca lebih detail lagi melalui website wikipedia dan nakama pongo juga bisa baca artikel terkait dengan samurai melalui link website berikut
Fakta Tentang Geisha
Geisha juga terdapat beberapa fakta yang banyak ornag tidak mengetahuinya. Berikut akan dipaparkan 5 fakta terkait “Geisha”.
Geisha bukan PSK
Terlepas dari apa yang pernah Anda dengar, geisha tidak menjual tubuhnya pada para pelanggan. Faktanya, mereka bahkan dilarang keras melayani tetamunya hingga ranjang.
Geisha dipekerjakan untuk menjamu pelanggan pria, bergiliran dengan PSK kelas tinggi yang disebut oiran. Para geisha bertugas memainkan musik, menari, dan menggoda para pria agar mereka tetap terhibur sementara mereka menunggu kedatangan oiran. Tugas para geisha adalah menjaga agar para pria tidak keluar dari ruangan dan membuat mereka merasa seakan punya aura memesona.
Mereka membiarkan para lelaki itu membayangkan diri mereka sebagai kuda jantan yang bisa merayu wanita cantik, bukannya para hidung belang yang putus asa yang harus membayar untuk mendapat layanan seks. Namun, para geisha dilarang berhubungan seks dengan para pria
Beberapa rumah bordil bahkan melarang geisha duduk terlalu dekat dengan para pelanggan, khawatir mereka bakal ‘mencuri’ rejeki para oiran. Sikap itulah yang dibanggakan para geisha, sehingga pada Abad ke-19 mereka punya semacam semboyan. “Kami menjual seni, bukan tubuh. Kami tak pernah menjual diri, tubuh kami, untuk uang.”
Geisha pertama adalah pria
Sejarah mencatat, perempuan belum menjadi geisha hingga tahun 1751. Kala itu, gagasan seorang wanita bisa menjadi geisha dianggap aneh. Sampai-sampai rumah minum mengiklankan mereka sebagai ‘geisha perempuan’, sebab, hingga saat itu, setiap geisha adalah seorang pria. Geisha pria sudah ada sejak ratusan tahun, namun mereka belum menyebut diri sebafai ‘geisha’ hingga tahun 1600-an.
Namun, sejak Abad ke-13, dilaporkan ada sejumlah pria yang melakukan kerja para geisha: menghibur tuannya dengan menyajikan teh, membawakan lagu, menceritakan lelucon, dan membuat mereka merasa seperti orang paling penting di ruangan. Pada tahun 1600-an, para pria tersebut menyebut diri mereka dengan geisha dan bekerja di rumah pelacuran kelas tinggi. Tugas mereka adalah menghibur para tamu, membuat mereka tetap senang, selagi menanti para PSK.
Meski kini lebih berasosiasi dengan perempuan, namun, masih banyak pria di Jepang yang bekerja sebagai geisha. Salah satu laporan menyebut, ada sekitar 7.000 geisha pria yang bekerja di Distrik Kabuki-Cho, Tokyo. Geisha pria kembali bermunculan pada tahun 1960-an ketika pasar untuk para perempuan tajir yang ingin menghabiskan waktu, menanti para suami pulang kerja, mulai terbuka.
Tak mau kalah dengan para suami yang kerap mengadakan rapat di rumah geisha, para istri juga merasa berhak memiliki rumah geisha untuk mereka, jadi para perempuan tersebut membayar sejumlah pria penghibur.
Saat ini, ada sejumlah klub di mana para perempuan bisa menyewa jasa ‘geisha pria’ yang lebih sering disebut hosuto. Tak seperti geisha asli, para hosuto tak punya keterampilan seni seperti pendahulu mereka zaman lampau. Namun, setidaknya, mereka bisa menemani para pelanggan minum, memuji mereka, dan membuat para perempuan berduit itu merasa istimewa.
Geisha perempuan berpakaian pria
Sebelum geisha pria, ada juga kelompok yang disebut shirabyoshi. Mereka adalah perempuan, namun menyamar sedemikian rupa untuk menyembunyikan identitas mereka dari pelanggan.
Para perempuan itu mengenakan pakaian pria. Shirabyoshi adalah penari perempuan yang pekerjaannya mirip dengan geisha. Mereka mengenakan riasan putih, bercerita, memainkan pertunjukan, bermain musik, dan menghibur tamu.
Tak ada yang 100 persen yakin mengapa para perempuan tersebut mengenakan pakaian pria. Namun, teori paling populer menyebut, hal itu dilakukan untuk menarik perhatian samurai. Kala itu, kebanyakan samurai memiliki kekasih sesama jenis yang usianya jauh lebih muda.
Pitak di puncak kepala
Salah satu mengenali geisha tanpa kostum dan riasan adalah dari pitak di puncak kepala mereka. Saat bekerja, pitak itu biasanya ditutupi dengan rambut palsu atau disamarkan dengan tatanan rambut. Diam-diam, semua geisha di Jepang punya bagian tidak berambut di kepala mereka yang didapat saat mereka menjalani pelatihan sebagai maiko.
Maiko diwajibkan punya tatanan rambut yang luar biasa, yang mengharuskan mereka untuk menarik kumpulan rambut di bagian atas kepala mereka agar membentuk semacam konde. Kebiasaan itu menyebabkan begitu banyak tekanan pada rambut, yang akhirnya akan rontok dan tidak pernah tumbuh kembali.
Para geisha menyebut pitak itu sebagai “medali kehormatan maiko”. Di Jepang, itu dianggap sebagai tanda kebanggaan. Namun, para geisha yang baru pulang dari Eropa merasa malu dan terhina gara-gara disinggung soal pitak di kepala mereka.
Makin senior, dandanan makin simpel
Citra geisha dalam benak banyak orang adalah gadis dengan kimono dan dekorasi yang rumit di rambutnya, seluruh wajahnya ditutupi bedak atau cat putih. Ternyata, itu bukan tampilan geisha, melainkan maiko para magang. Cat wajah putih dan ornamen yang mereka kenakan sebenarnya adalah simbol dari kurangnya pengalaman.
Tidak semua geisha masih muda. Makin senior geisha, ia justru kian dihargai. Pada masa kejayaan mereka, geisha yang paling populer berusia sekitar lima puluhan dan enam puluhan. Geisha percaya bahwa mereka menjadi lebih cantik saat mereka tumbuh dewasa, dan semakin tua usia seorang penghibur, mereka boleh memamerkan wajah asli mereka tanpa bedak.
Seorang geisha muda wajib memakai cat wajah putih di acara-acara khusus, namun begitu dia berusia 30 tahun, dia akan diizinkan untuk tak memakainya. Geisha akan pensiun jika mereka menikah. Geisha tertua yang masih bekerja saat ini, Yuko Asakusa, berusia 94 tahun dan telah bekerja sebagai geisha sejak dia berumur 16 tahun. Geisha yang berusia 94 tahun itu dianggap premium. Dia biasanya dipekerjakan oleh politisi dan pebisnis yang sangat kaya.
Budaya Antre Negeri Sakura Patut Di Tiru
Budaya antre adalah suatu hal dan sifat yang harus ditanam sejak dini, karena pada saat ini kita sering sekali melihat di beberapa kesempatan masyarakat tidak mau lagi mengantre. Semuanya ingin . Baca Selanjutnya
Continue Reading
Perbedaan Geisha dan Maiko
Nakama pongo mungkin sudah paham apa itu geisha bukan? Jika ada yang belum memahami arti geisha sesungguhnya nakama pongo bisa membaca langsung melalui website pada link berikut yang membahas tentang. Baca Selanjutnya
Continue Reading
“Samurai” orang atau pedang?
Nakama pongo pernah dengar “samurai” bukan? Samurai sangat terkenal di seluruh dunia, namun masih banyak orang Indonesia yang salah pengertian tentang samurai. Banyak orang Indonesia yang mengira bahwa pedang panjang. Baca Selanjutnya
Continue Reading
Alasan Orang Jepang Bekerja Keras Sampai Hampir Mati
Jepang merupakan negara termaju di Asia dan dikenal karena warganya yang memilik etos kerja yang tinggi sekali. Mereka bahkan bisa kerja seharian berada di kantor. Saking sibuknya dengan pekerjaan mereka. Baca Selanjutnya
Continue Reading