Nakama pongo yang baru mengenal istilah Origami atau baru saja belajar membentuk sebuah wujud dari pola Origami, kemungkinan besar hanya menganggap Origami hanya sebuah hiburan atau permainan dari kertas. Penciptaan sebuah bentuk Origami, seseorang diharapkan belajar sikap yang luwes yang tercermin dalam keluwesan kertas yang dilipat sesuai pola yang ada, keterampilan yang tercermin dalam pembentukan wujud Origami yang beragam, kesabaran yang tercermin dalam tiap lekukan dan lipatan yang detail hingga membentuk sebuah wujud kreasi Origami yang indah.
Dari sikap ini akan membentuk pola pikir manusia yang luwes dalam menyikapi permasalahan dalam hidup, terampil dalam menghasilkan ide-ide cemerlang dan tidak hanya memandang sebuah masalah kehidupan hanya dari satu sisi saja, serta kesabaran yang diperlukan manusia dalam menekuni suatu hal yang dilakukan dalam hidupnya hingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi hidupnya dan hidup orang lain.
Keseluruhan sikap yang dituntut dikuasai oleh seseorang yang sedang melakukan Origami ini bisa dirangkum dalam satu wadah konsep yang disebut dengan 和 ‘wa’ yang memiliki arti “harmoni”. Harmoni juga bisa diartikan sebagai keselarasan dan keserasian.
Karya Origami yang diawali dengan penggunaan kertas bujur sangkar yang pasti panjang setiap sisinya berukuran sama. Kemudian setiap lipatan didasarkan pada pedoman pembagian garis lipatan horizontal dan vertikal serta pola-pola lipatan lain yang harus seimbang. Jika keseimbangan lipatan diabaikan, maka sebuah bentuk Origami yang indah tidak akan terwujud.
Oleh karena itu, sangat benar jika Origami memiliki esensi menjaga keharmonian. Inilah yang terdapat dalam konsep kehidupan orang Jepang yang selalu menjaga keharmonian dalam kehidupannya. Meskipun pada kenyataannya orang Jepang banyak yang tidak mematuhi peraturan agama serta lebih mengedapankan rasional daripada keputusan Tuhan. Mereka berusaha menciptakan hidup yang harmoni, selaras dan serasi dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini bisa kita lihat dalam kebiasaan hidupnya yang disiplin, mampu menghargai karya orang lain dengan baik, menghargai waktu dengan seksama, memiliki toleransi yang tinggi dalam kesehariannya, mampu menghormati orang lain pada tempatnya yang diwujudkan dalam budaya Ojigi.
Penggunaan bahasa sopan keigo, sonkeigo dan kenjogo, konsentrasi penuh dengan apa yang dikerjakannya hingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, tekun dan terampil dalam bekerja, cenderung dinamis dalam mengembangkan pola pikir ke arah yang positif, serta menjaga sisi ketradisonalan negara Jepang meskipun di tengah era modernisasi yang kian memuncak misalnya pengadaan festival atau matsuri, seni minum teh chanoyu, seni merangkai bunga ikebana dan masih banyak lagi ketradisionalan yang mereka jaga hingga saat ini. Mewujudkan semua aspek kehidupan ini, masyarakat Jepang yakin keharmonian hidup yang tercipta akan semakin indah adanya.
Hingga abad 21 sekarang ini, kita sudah tidak asing lagi dengan istilah Origami. Meskipun demikian, dalam tulisan kali ini akan dibahas dari awal lagi mengenai “Apakah Origami itu?” agar pemahaman kita lebih jelas lagi. Origami berasal dari kata 折る ‘oru’ yang berarti “melipat” dan kata 紙 ‘kami’ yang berarti kertas. Sehingga jika kedua kata ini digabungkan akan menghasilkan arti “kertas lipat” atau “lipatan kertas”.
Origami merupakan seni melipat kertas yang berasal dari China pada sekitar abad ke-7 yang kemudian di populerkan di negara Jepang, sehingga, terkesan bahwa Origami memang betul-betul asli dari negara Jepang. Meskipun demikian, Origami sudah menjadi salah satu bagian budaya tradisional yang sudah mendarah daging di seluruh masyarakat Jepang.
Hal ini bisa dilihat bahwa pada kenyataannya Origami sering diajarkan pada siswa-siswi mulai di sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar. Selain itu, bukti bahwa masyarakat Jepang sangat mencintai Origami adalah, mereka selalu melakukan inovasi dan improvisasi yang kreatif dalam menghasilkan beragam bentuk lipatan Origami yang sangat tinggi nilai seninya. Origami merupakan seni tradisional melipat kertas yang berkembang menjadi suatu bentuk kesenian yang modern.
Sejarah Budaya Origami
Kertas yang pertama kali digunakan untuk membuat Origami dinamakan kertas Washi. Kertas Washi yang lembut dan indah ini pertama kali diciptakan pada awal abad ke-7 dan merupakan hasil China dalam pengembangan metode pembuatan kertas yang masuk ke Jepang. Penemuan Washi menghasilkan berbagai benda kebudayaan dan salah satunya adalah Origami.
Origami merupakan satu kesenian melipat kertas yang dipercayai bermula semenjak kertas mula diperkenalkan pada abad pertama di Tiongkok pada tahun 105 oleh seorang Tiongkok yang bernama Ts’ai Lun. Pembuatan kertas dari potongan kecil tumbuhan dan kain berkualitas rendah meningkatkan produksi kertas. Contoh-contoh awal origami yang berasal daripada Republik Rakyat Tiongkok adalah tongkang Tiongkok dan kotak.
Pada abad ke-6, cara pembuatan kertas kemudian dibawa ke Spanyol oleh orang-orang Arab. Pada tahun 610 di masa pemerintahan kaisar wanita Suiko (zaman Asuka), seorang biksu Buddha bernama Donchō (Dokyo) yang berasal dari Goguryeo (semenanjung Korea) datang ke Jepang memperkenalkan cara pembuatan kertas dan tinta. Kemudian seni ini berkembang mula-mula pada zaman Muromachi (1333-1568) dan kemudian pada zaman Edo (1603–1868). Karena harganya yang sangat mahal pada masa itu, penggunaannya terbatas hanya pada kegiatan-kegiatan seremonial seperti untuk Noshi. Terpisah dari itu, berkembang pula kesenian melipat kertas di Eropa, yang disebarkan dari Mesir dan Mesopotamia ke Spanyol pada abad ke-16 dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa barat. Sebuah karya origami tradisional berbentuk bangau. Untuk waktu yang lama, model-model yang dikenal hanya terbatas pada model-model tradisional seperti bangau di Jepang dan pajarita di Spanyol.
Akira Yoshizawa(1911–2005) membuat inovasi dengan menciptakan model-model baru yang kemudian membawa perubahan besar dalam perkembangan origami. Beliau menciptakan sebuah sistem penggambaran sistemastis (yang disebut diagram)) untuk menunjukkan langkah-langkah lipatan suatu model yang dapat disebarluaskan dan dipahami oleh banyak pihak. Sistem ini adalah dasar dari Sistem Yoshizawa-Randlett yang sekarang lazim digunakan untuk instruksi lipat model origami.
Origami pun menjadi populer di kalangan orang Jepang sampai sekarang terutama dengan kertas lokal Jepang yang disebut Washi. Washi (和紙, Washi?) atau Wagami adalah sejenis kertas yang dibuat dengan metode tradisional di Jepang. Dibandingkan kertas produksi mesin, serat dalam washi lebih panjang sehingga washi bisa dibuat lebih tipis, namun tahan lama, tidak cepat lusuh atau sobek. Origami merupakan kesenian tradisional dari Jepang.
Produksi washi sering tidak dapat memenuhi permintaan konsumen sehingga berharga mahal. Di Jepang, washi digunakan dalam berbagai jenis benda kerajinan dan seni seperti Origami, Shodō dan Ukiyo-e. Washi juga digunakan sebagai hiasan dalam agama Shinto, bahan pembuatan patung Buddha, bahan mebel, alas sashimi dalam kemasan, bahan perlengkapan tidur, bahan pakaian seperti kimono, serta bahan interior rumah dan pelapis pintu dorong.
Perkembangan Origami di Jepang
Para Sejarahwan umumnya menyatakan origami berasal dari negeri asal kertas, yakni Cina. Namun perkembangan origami hingga menjadi bentuk seni seperti saat ini memang berawal di Jepang. Semula origami dilakukan oleh kaum bangsawan dan agamawan di Jepang untuk membuat hiasan dekorasi bagi upacara tradisional dan keagamaan. Seiring waktu origami semakin populer hingga menjadi kesenian rakyat Jepang.
Perkembangan origami modern dipelopori oleh Akira Yoshizawa dari Jepang pada tahun 1950’an. Akira mempelopori origami modern dengan membuat origami dengan mengambil berbagai model realistik dari binatang, benda atau bentuk-bentuk dekoratif. Model origami ini sama sekali berbeda dengan origami tradisonal Jepang yang telah dikenal sebelumnya. Ribuan model origami telah berhasil dibuat oleh Akira.
Selain mempelopori berbagai model baru, Akira juga memberi sumbangan besar bagi perkembangan origami dengan memperkenalkan Teknik lipatan basah dan diagram “Yoshizawa-Randlett”. Lipatan basah merupakan teknik baru dalam melipat kertas dengan cara membasahi kertas lebih dulu agar lentur sehingga mudah dibentuk. Sedangkan diagram “Yoshizawa-Randlett” merupakan diagram tentang cara penulisan instruksi cara pembuatan model origami dengan menggunakan simbol-simbol seperti panah dan garis. Diagram “Yoshizawa-Randlett” memudahkan kalangan penggemar origami di seluruh dunia dalam memahami instruksi cara pembuatan origami, sehingga sekarang telah diterima dan digunakan di seluruh dunia sebagai diagram baku dalam penulisan instruksi cara pembuatan model origami.
Jenis-jenis Origami
Mengenai masalah jenis origami, origami dikenal memiliki dua jenis model yaitu model tradisional dan model orisinal atau dapat disebut juga dengan model modern. Model tradisional merupakan model yang umum/populer dan biasanya tidak dikenal lagi siapa yang mendesain pertama kalinya. Meski jumlahnya banyak sekali,biasanya model tradisional ini merupakan bentuk-bentuk lama. Sementara model orisinal merupakan karya-karya kontemporer buatan masing-masing para pelipat kertas dan dicantumkan namanya sebagai hak cipta mereka. Model atau bentuk tradisional, model yang sangat melekat dan terkenal bagi masyarakat Jepang, antara lain:
Origami Tsuru (burung bangau)
Burung bangau memiliki sifat yang kuat, manis, cantik, dan mempunyai suara yang istimewa sehingga orang Jepang sangat menghargai arti pentingnya burung bangau ini. Oleh karena itu, bentuk tsuru atau burung bangau merupakan bentuk origami paling tradisional dan paling indah dan berkembang menjadi subjek favorit dari origami.
Ada bermacam-macam versi bahwa burung bangau mempunyai arti dapat membawakan kehormatan, kesetiaan yang abadi, bahkan ada yang mengartikan bahwa pasangan pengantin akan selalu abadi tanpa berpisah. Oleh karena burung bangau disebut sebagai burung keagungan atau burung kemuliaan, dimana dapat dijadikan teman dalam kehidupan dan akan sangat setia pada pendamping hidupnya.
Menurut legenda yang ada di Jepang, mengatakan bahwa barang siapa yang melipat 1000 bangau kertas (senbazuru) maka harapannya akan terpenuhi/ dikabulkan, ataupun dapat menyembuhkan penyakit.
Origami Katashiro
Bentuk katashiro ini telah dipergunakan pada masa kuno dalam upacara-upacara Shinto di Kuil Ise. Katashiro adalah representasi simbolik seorang dewa yang terbuat dari guntingan kertas khusus yang disebut jingo yoshi (kertas kuil). Katashiro masih dapat dilihat dalam guntingan berbentuk manusia yang kini dipergunakan dalam berbagai upacara penyucian dan guntingan berbentuk boneka yang dipamerkan dalam festival boneka di bulan Maret.
Model/ bentuk modern, perkembangan origami modern dipelopori oleh Akira Yoshizawa pada tahun 1950-an. Akira mempelopori origami modern dengan membuat origami dengan mengambil berbagai model realistik dari binatang, benda atau bentuk-bentuk dekoratif. Model origami ini berbeda dengan origami tradisional Jepang yang telah ada sebelumnya Berbagai jenis bahan baik kertas atau material lembaran dipergunakan dan origami modern tidak sekedar melipat tetapi juga melibatkan teknik menggunting, merekatkan atau menjepit kertas.
Bahan dan Alat untuk Membuat Origami
Jenis-jenis kertas dan bahan yang biasa digunakan untuk membuat origami pada saat ini antara lain:
Kami adalah kertas berbentuk bujur sangkar ukuran 2,5 cm hingga 25 cm, dengan satu sisi berwarna dan sisi lainnya berwarna putih. Sisi yang berwarna ada yang berwarna gradasi, dua warna atau bermotif. Kami menyerupai kertas marmer yang kita kenal.
Washi adalah kertas tradisional yang umum digunakan untuk membuat origami di Jepang. Kertas washi lebih tebal dan kuat dari kertas biasa, sangat menarik serta sangat mahal Kertas washi ini aslinya dipakai untuk pembatas ruang rumah tradisional di Jepang. Dimana menurut sejarahnya, sejak dahulu orang Jepang mempelajari cara untuk menggunakan serat kulit kayu dari semak belukar seperti kozo dan gampi untuk membuat kertas yang tipis tetapi kuat. Kertas tersebut digunakan di rumah-rumah untuk pintu geser fusuma dan pembatas byobu. Selembar kertas yang kuat diperlukan untuk hal ini, sehingga pabrik-pabrik mengembangkan teknik untuk menempatkan serat-serat tersebut dalam sejumlah lapisan.
Kertas ini nantinya dapat digunakan untuk menutupi ruang-ruang kosong pada pintu geser shoji, yang memberikan kadar privasi tetapi sinar masih dapat menembusnya. Lentera chochin dan lampu andon, yang banyak digunakan dari akhir abad ke-12 sampai abad ke-17 dan setelahnya, juga membiarkan sedikit sinar melewati kertas. Lentera chochin yang dapat dilipat membutuhkan kertas yang cukup kuat untuk menahan pengulangan proses melipat dan membuka lipatan setiap kali lampu ini disimpan, kemudian digunakan lagi nantinya. Jenis kertas tersebut merupakan kertas washi, yang kemudian dianggap cocok juga untuk origami. Kertas washi juga merupakan bahan uang kertas sehingga uang kertas Yen sangat kuat dan tidak mudah lusuh.
Kertas printer atau kertas fotokopi biasa, berat 70 – 90 gram. Umumnya digunakan untuk latihan membuat origami. Karena selain mudah didapat, harganya pun murah. Kertas berlapis foil, memiliki warna mengkilap dari lapisan aluminium tipis di satu sisinya. Umumnya digunakan untuk membuat origami bagi keperluan dekorasi. Sejalan dengan perkembangan zaman, bahan yang digunakan untuk origami tidak hanya kertas. Jenis material lembaran seperti seng atau aluminium juga digunakan untuk origami dengan tujuan tertentu. Walaupun demikian, kertas tetap merupakan bahan yang umum digunakan. Pada awalnya, origami tidak memerlukan alat apapun, karena hanya diperlukan keterampilan dalam melipat. Namun, pada beberapa gaya origami modern diperlukan beberapa alat dan bahan tambahan seperti gunting, perekat, cat warna dan klip kertas.
Nakama pongo sudah tahu jelas sejarah Origami dan makna Origami, selain itu bisa juga baca tentang origami melalui situs website wikipedia
Nakama pongo yang baru mengenal istilah Origami atau baru saja belajar membentuk sebuah wujud dari pola Origami, kemungkinan besar hanya menganggap Origami hanya sebuah hiburan atau permainan dari kertas. Penciptaan sebuah bentuk Origami, seseorang diharapkan belajar sikap yang luwes yang tercermin dalam keluwesan kertas yang dilipat sesuai pola yang ada, keterampilan yang tercermin dalam pembentukan wujud Origami yang beragam, kesabaran yang tercermin dalam tiap lekukan dan lipatan yang detail hingga membentuk sebuah wujud kreasi Origami yang indah.
Dari sikap ini akan membentuk pola pikir manusia yang luwes dalam menyikapi permasalahan dalam hidup, terampil dalam menghasilkan ide-ide cemerlang dan tidak hanya memandang sebuah masalah kehidupan hanya dari satu sisi saja, serta kesabaran yang diperlukan manusia dalam menekuni suatu hal yang dilakukan dalam hidupnya hingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi hidupnya dan hidup orang lain.
Keseluruhan sikap yang dituntut dikuasai oleh seseorang yang sedang melakukan Origami ini bisa dirangkum dalam satu wadah konsep yang disebut dengan 和 ‘wa’ yang memiliki arti “harmoni”. Harmoni juga bisa diartikan sebagai keselarasan dan keserasian.
Karya Origami yang diawali dengan penggunaan kertas bujur sangkar yang pasti panjang setiap sisinya berukuran sama. Kemudian setiap lipatan didasarkan pada pedoman pembagian garis lipatan horizontal dan vertikal serta pola-pola lipatan lain yang harus seimbang. Jika keseimbangan lipatan diabaikan, maka sebuah bentuk Origami yang indah tidak akan terwujud.
Oleh karena itu, sangat benar jika Origami memiliki esensi menjaga keharmonian. Inilah yang terdapat dalam konsep kehidupan orang Jepang yang selalu menjaga keharmonian dalam kehidupannya. Meskipun pada kenyataannya orang Jepang banyak yang tidak mematuhi peraturan agama serta lebih mengedapankan rasional daripada keputusan Tuhan. Mereka berusaha menciptakan hidup yang harmoni, selaras dan serasi dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini bisa kita lihat dalam kebiasaan hidupnya yang disiplin, mampu menghargai karya orang lain dengan baik, menghargai waktu dengan seksama, memiliki toleransi yang tinggi dalam kesehariannya, mampu menghormati orang lain pada tempatnya yang diwujudkan dalam budaya Ojigi.
Penggunaan bahasa sopan keigo, sonkeigo dan kenjogo, konsentrasi penuh dengan apa yang dikerjakannya hingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, tekun dan terampil dalam bekerja, cenderung dinamis dalam mengembangkan pola pikir ke arah yang positif, serta menjaga sisi ketradisonalan negara Jepang meskipun di tengah era modernisasi yang kian memuncak misalnya pengadaan festival atau matsuri, seni minum teh chanoyu, seni merangkai bunga ikebana dan masih banyak lagi ketradisionalan yang mereka jaga hingga saat ini. Mewujudkan semua aspek kehidupan ini, masyarakat Jepang yakin keharmonian hidup yang tercipta akan semakin indah adanya.
Hingga abad 21 sekarang ini, kita sudah tidak asing lagi dengan istilah Origami. Meskipun demikian, dalam tulisan kali ini akan dibahas dari awal lagi mengenai “Apakah Origami itu?” agar pemahaman kita lebih jelas lagi. Origami berasal dari kata 折る ‘oru’ yang berarti “melipat” dan kata 紙 ‘kami’ yang berarti kertas. Sehingga jika kedua kata ini digabungkan akan menghasilkan arti “kertas lipat” atau “lipatan kertas”.
Origami merupakan seni melipat kertas yang berasal dari China pada sekitar abad ke-7 yang kemudian di populerkan di negara Jepang, sehingga, terkesan bahwa Origami memang betul-betul asli dari negara Jepang. Meskipun demikian, Origami sudah menjadi salah satu bagian budaya tradisional yang sudah mendarah daging di seluruh masyarakat Jepang.
Hal ini bisa dilihat bahwa pada kenyataannya Origami sering diajarkan pada siswa-siswi mulai di sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar. Selain itu, bukti bahwa masyarakat Jepang sangat mencintai Origami adalah, mereka selalu melakukan inovasi dan improvisasi yang kreatif dalam menghasilkan beragam bentuk lipatan Origami yang sangat tinggi nilai seninya. Origami merupakan seni tradisional melipat kertas yang berkembang menjadi suatu bentuk kesenian yang modern.
Sejarah Budaya Origami
Kertas yang pertama kali digunakan untuk membuat Origami dinamakan kertas Washi. Kertas Washi yang lembut dan indah ini pertama kali diciptakan pada awal abad ke-7 dan merupakan hasil China dalam pengembangan metode pembuatan kertas yang masuk ke Jepang. Penemuan Washi menghasilkan berbagai benda kebudayaan dan salah satunya adalah Origami.
Origami merupakan satu kesenian melipat kertas yang dipercayai bermula semenjak kertas mula diperkenalkan pada abad pertama di Tiongkok pada tahun 105 oleh seorang Tiongkok yang bernama Ts’ai Lun. Pembuatan kertas dari potongan kecil tumbuhan dan kain berkualitas rendah meningkatkan produksi kertas. Contoh-contoh awal origami yang berasal daripada Republik Rakyat Tiongkok adalah tongkang Tiongkok dan kotak.
Pada abad ke-6, cara pembuatan kertas kemudian dibawa ke Spanyol oleh orang-orang Arab. Pada tahun 610 di masa pemerintahan kaisar wanita Suiko (zaman Asuka), seorang biksu Buddha bernama Donchō (Dokyo) yang berasal dari Goguryeo (semenanjung Korea) datang ke Jepang memperkenalkan cara pembuatan kertas dan tinta. Kemudian seni ini berkembang mula-mula pada zaman Muromachi (1333-1568) dan kemudian pada zaman Edo (1603–1868). Karena harganya yang sangat mahal pada masa itu, penggunaannya terbatas hanya pada kegiatan-kegiatan seremonial seperti untuk Noshi. Terpisah dari itu, berkembang pula kesenian melipat kertas di Eropa, yang disebarkan dari Mesir dan Mesopotamia ke Spanyol pada abad ke-16 dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa barat. Sebuah karya origami tradisional berbentuk bangau. Untuk waktu yang lama, model-model yang dikenal hanya terbatas pada model-model tradisional seperti bangau di Jepang dan pajarita di Spanyol.
Akira Yoshizawa(1911–2005) membuat inovasi dengan menciptakan model-model baru yang kemudian membawa perubahan besar dalam perkembangan origami. Beliau menciptakan sebuah sistem penggambaran sistemastis (yang disebut diagram)) untuk menunjukkan langkah-langkah lipatan suatu model yang dapat disebarluaskan dan dipahami oleh banyak pihak. Sistem ini adalah dasar dari Sistem Yoshizawa-Randlett yang sekarang lazim digunakan untuk instruksi lipat model origami.
Origami pun menjadi populer di kalangan orang Jepang sampai sekarang terutama dengan kertas lokal Jepang yang disebut Washi. Washi (和紙, Washi?) atau Wagami adalah sejenis kertas yang dibuat dengan metode tradisional di Jepang. Dibandingkan kertas produksi mesin, serat dalam washi lebih panjang sehingga washi bisa dibuat lebih tipis, namun tahan lama, tidak cepat lusuh atau sobek. Origami merupakan kesenian tradisional dari Jepang.
Produksi washi sering tidak dapat memenuhi permintaan konsumen sehingga berharga mahal. Di Jepang, washi digunakan dalam berbagai jenis benda kerajinan dan seni seperti Origami, Shodō dan Ukiyo-e. Washi juga digunakan sebagai hiasan dalam agama Shinto, bahan pembuatan patung Buddha, bahan mebel, alas sashimi dalam kemasan, bahan perlengkapan tidur, bahan pakaian seperti kimono, serta bahan interior rumah dan pelapis pintu dorong.
Perkembangan Origami di Jepang
Para Sejarahwan umumnya menyatakan origami berasal dari negeri asal kertas, yakni Cina. Namun perkembangan origami hingga menjadi bentuk seni seperti saat ini memang berawal di Jepang. Semula origami dilakukan oleh kaum bangsawan dan agamawan di Jepang untuk membuat hiasan dekorasi bagi upacara tradisional dan keagamaan. Seiring waktu origami semakin populer hingga menjadi kesenian rakyat Jepang.
Perkembangan origami modern dipelopori oleh Akira Yoshizawa dari Jepang pada tahun 1950’an. Akira mempelopori origami modern dengan membuat origami dengan mengambil berbagai model realistik dari binatang, benda atau bentuk-bentuk dekoratif. Model origami ini sama sekali berbeda dengan origami tradisonal Jepang yang telah dikenal sebelumnya. Ribuan model origami telah berhasil dibuat oleh Akira.
Selain mempelopori berbagai model baru, Akira juga memberi sumbangan besar bagi perkembangan origami dengan memperkenalkan Teknik lipatan basah dan diagram “Yoshizawa-Randlett”. Lipatan basah merupakan teknik baru dalam melipat kertas dengan cara membasahi kertas lebih dulu agar lentur sehingga mudah dibentuk. Sedangkan diagram “Yoshizawa-Randlett” merupakan diagram tentang cara penulisan instruksi cara pembuatan model origami dengan menggunakan simbol-simbol seperti panah dan garis. Diagram “Yoshizawa-Randlett” memudahkan kalangan penggemar origami di seluruh dunia dalam memahami instruksi cara pembuatan origami, sehingga sekarang telah diterima dan digunakan di seluruh dunia sebagai diagram baku dalam penulisan instruksi cara pembuatan model origami.
Jenis-jenis Origami
Mengenai masalah jenis origami, origami dikenal memiliki dua jenis model yaitu model tradisional dan model orisinal atau dapat disebut juga dengan model modern. Model tradisional merupakan model yang umum/populer dan biasanya tidak dikenal lagi siapa yang mendesain pertama kalinya. Meski jumlahnya banyak sekali,biasanya model tradisional ini merupakan bentuk-bentuk lama. Sementara model orisinal merupakan karya-karya kontemporer buatan masing-masing para pelipat kertas dan dicantumkan namanya sebagai hak cipta mereka. Model atau bentuk tradisional, model yang sangat melekat dan terkenal bagi masyarakat Jepang, antara lain:
Origami Tsuru (burung bangau)
Burung bangau memiliki sifat yang kuat, manis, cantik, dan mempunyai suara yang istimewa sehingga orang Jepang sangat menghargai arti pentingnya burung bangau ini. Oleh karena itu, bentuk tsuru atau burung bangau merupakan bentuk origami paling tradisional dan paling indah dan berkembang menjadi subjek favorit dari origami.
Ada bermacam-macam versi bahwa burung bangau mempunyai arti dapat membawakan kehormatan, kesetiaan yang abadi, bahkan ada yang mengartikan bahwa pasangan pengantin akan selalu abadi tanpa berpisah. Oleh karena burung bangau disebut sebagai burung keagungan atau burung kemuliaan, dimana dapat dijadikan teman dalam kehidupan dan akan sangat setia pada pendamping hidupnya.
Menurut legenda yang ada di Jepang, mengatakan bahwa barang siapa yang melipat 1000 bangau kertas (senbazuru) maka harapannya akan terpenuhi/ dikabulkan, ataupun dapat menyembuhkan penyakit.
Origami Katashiro
Bentuk katashiro ini telah dipergunakan pada masa kuno dalam upacara-upacara Shinto di Kuil Ise. Katashiro adalah representasi simbolik seorang dewa yang terbuat dari guntingan kertas khusus yang disebut jingo yoshi (kertas kuil). Katashiro masih dapat dilihat dalam guntingan berbentuk manusia yang kini dipergunakan dalam berbagai upacara penyucian dan guntingan berbentuk boneka yang dipamerkan dalam festival boneka di bulan Maret.
Model/ bentuk modern, perkembangan origami modern dipelopori oleh Akira Yoshizawa pada tahun 1950-an. Akira mempelopori origami modern dengan membuat origami dengan mengambil berbagai model realistik dari binatang, benda atau bentuk-bentuk dekoratif. Model origami ini berbeda dengan origami tradisional Jepang yang telah ada sebelumnya Berbagai jenis bahan baik kertas atau material lembaran dipergunakan dan origami modern tidak sekedar melipat tetapi juga melibatkan teknik menggunting, merekatkan atau menjepit kertas.
Bahan dan Alat untuk Membuat Origami
Jenis-jenis kertas dan bahan yang biasa digunakan untuk membuat origami pada saat ini antara lain:
Kami adalah kertas berbentuk bujur sangkar ukuran 2,5 cm hingga 25 cm, dengan satu sisi berwarna dan sisi lainnya berwarna putih. Sisi yang berwarna ada yang berwarna gradasi, dua warna atau bermotif. Kami menyerupai kertas marmer yang kita kenal.
Washi adalah kertas tradisional yang umum digunakan untuk membuat origami di Jepang. Kertas washi lebih tebal dan kuat dari kertas biasa, sangat menarik serta sangat mahal Kertas washi ini aslinya dipakai untuk pembatas ruang rumah tradisional di Jepang. Dimana menurut sejarahnya, sejak dahulu orang Jepang mempelajari cara untuk menggunakan serat kulit kayu dari semak belukar seperti kozo dan gampi untuk membuat kertas yang tipis tetapi kuat. Kertas tersebut digunakan di rumah-rumah untuk pintu geser fusuma dan pembatas byobu. Selembar kertas yang kuat diperlukan untuk hal ini, sehingga pabrik-pabrik mengembangkan teknik untuk menempatkan serat-serat tersebut dalam sejumlah lapisan.
Kertas ini nantinya dapat digunakan untuk menutupi ruang-ruang kosong pada pintu geser shoji, yang memberikan kadar privasi tetapi sinar masih dapat menembusnya. Lentera chochin dan lampu andon, yang banyak digunakan dari akhir abad ke-12 sampai abad ke-17 dan setelahnya, juga membiarkan sedikit sinar melewati kertas. Lentera chochin yang dapat dilipat membutuhkan kertas yang cukup kuat untuk menahan pengulangan proses melipat dan membuka lipatan setiap kali lampu ini disimpan, kemudian digunakan lagi nantinya. Jenis kertas tersebut merupakan kertas washi, yang kemudian dianggap cocok juga untuk origami. Kertas washi juga merupakan bahan uang kertas sehingga uang kertas Yen sangat kuat dan tidak mudah lusuh.
Kertas printer atau kertas fotokopi biasa, berat 70 – 90 gram. Umumnya digunakan untuk latihan membuat origami. Karena selain mudah didapat, harganya pun murah. Kertas berlapis foil, memiliki warna mengkilap dari lapisan aluminium tipis di satu sisinya. Umumnya digunakan untuk membuat origami bagi keperluan dekorasi. Sejalan dengan perkembangan zaman, bahan yang digunakan untuk origami tidak hanya kertas. Jenis material lembaran seperti seng atau aluminium juga digunakan untuk origami dengan tujuan tertentu. Walaupun demikian, kertas tetap merupakan bahan yang umum digunakan. Pada awalnya, origami tidak memerlukan alat apapun, karena hanya diperlukan keterampilan dalam melipat. Namun, pada beberapa gaya origami modern diperlukan beberapa alat dan bahan tambahan seperti gunting, perekat, cat warna dan klip kertas.
Nakama pongo sudah tahu jelas sejarah Origami dan makna Origami, selain itu bisa juga baca tentang origami melalui situs website wikipedia