Sudah bukan hal baru bahwa saat ini Jepang merupakan negara pertama Asia yang mampu bersaing dengan Negara barat yang nota bene adalah ujung tombak dalam deretan Negara maju. Namun negara Jepang juga terkenal dengan yang banyak memiliki budaya yang unik-unik dan terkadang budaya mereka perlu kita contoh dalam kehidupan kita sehari-hari. Ada beberapa budaya orang Jepang yang patut kita tiru, diantaranya yaitu:
BUDAYA JEPANG KERJA KERAS
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun). Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan. Di kampus, Profesor juga biasa pulang malam (tepatnya pagi ), membuat mahasiswa tidak enak pulang lebih dulu. Fenomena Karoshi (mati karena kerja keras) mungkin hanya ada di Jepang. Sebagian besar literatur menyebutkan bahwa dengan kerja keras inilah sebenarnya kebangkitan dan kemakmuran Jepang bisa tercapai.
BUDAYA JEPANG DISIPLIN dan MENGHARGAI WAKTU
Dengan semangat kerja keras yang dimiliki orang jepang, sudah tentu mereka akan sangat menghargai waktu dan disiplin. Karena dengan disiplin dan menghargai waktu merupakan salah satu kebiasaan yang dapat mengantarkan kita menuju kesuksesan. Orang Jepang juga terkenal sangat menghargai waktu, dan memiliki prinsip bahwa waktu adalah uang, sehingga buang-buang waktu sama saja halnya dengan buang-buang uang.
Hal ini tampak dari kebiasaan orang Jepang yang selalu tepat waktu, terutama untuk pertemuan yang penting. Saat bekerja pun, orang Jepang akan lebih memilih untuk kerja lembur dari pada pulang cepat.
Budaya Jepang yang satu ini sepertinya perlu sekali untuk ditiru oleh masyarakat +62 yang terkenal dengan jam karet. Apabila kamu meniru budaya menghargai waktu ini, maka akan hal yang dipengaruhi olehnya, mulai dari karir bahkan hingga pada kesehatan sekalipun.
BUDAYA JEPANG MALU
Budaya malu sudah ada sejak masa dari leluhur orang Jepang, dan masih begitu melekat dalam diri orang Jepang. Malu yang dimaksud di sini ialah rasa malu yang begitu besar karena tidak dapat mengemban tugas dan tanggung jawabnya.
Salah satu contohnya, jika seorang pejabat telah gagal dalam menjalankan tugasnya dan melakukan sebuah kesalahan yang fatal, maka pejabat itu sendirilah yang akan meminta pengunduran diri karena akan merasa sangat malu.
Orang Jepang akan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam setiap kewajibannya. Hanya saja, rasa malu yang berlebihan juga bisa membawa banyak hal negatif, contohnya saja, ada kasus seorang anak bunuh diri karena malu dengan nilai sekolahnya yang buruk. Maka dari itu, meskipun budaya malu memiliki dampak yang positif, namun kita pun harus bijak dalam meniru.
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusuk pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (menteri, politikus, dan sebagainya) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian tiket kereta, masuk ke stadion untuk menonton sepak bola, di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di stasiun”, mereka berjajar rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan atau pun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.
BUDAYA JEPANG HIDUP HEMAT
Orang Jepang juga sangat baik dalam mengelola keuangan mereka, dan memiliki sikap yang anti konsumerisme. Hal ini bisa terlihat di hampir setiap aktivitas sehari-hari mereka, yang selalu menggunakan prinsip hemat. Salah satu contohnya, banyak orang Jepang yang lebih memilih menggunakan transportasi umum bukan karena tidak mampu membeli kendaraan pribadi, tetapi karena lebih hemat.
Selain itu, di orang Jepang juga jarang mentraktir orang lain. Meskipun mereka mengajak untuk makan bersama di sebuah tempat makan, namun bukan berarti mereka akan mentraktir orang yang diajak tersebut.
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini terlihat dalam berbagai bidang kehidupan. Di Jepang, para ibu rumah tangga rela naik sepeda menuju toko sayur agak jauh dari rumah, hanya karena lebih murah 20 atau 30 yen. Banyak keluarga Jepang yang tidak memiliki mobil, bukan karena tidak mampu, tapi karena lebih hemat menggunakan bus dan kereta untuk bepergian. Profesor Jepang juga terbiasa naik sepeda tua ke kampus, bareng dengan mahasiswa-mahasiswa.
BUDAYA JEPANG LOYALITAS
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan.
BUDAYA JEPANG INOVASI
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Contohnya saja Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman, Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk.
BUDAYA JEPANG PANTANG MENYERAH
Sudah sejak lama bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang pantang menyerah. Bahkan dalam sejarah pun kita bisa melihat bagaimana gigihnya mereka untuk keluar dari persoalan yang mereka hadapi. Singkatnya, Jepang selalu bersikap kuat dalam menghadapi setiap masalah dan kegagalan. Budaya yang ini tentu saja sangat perlu untuk ditiru oleh kita semua, baik dalam pekerjaan, karir, perkuliahan dan dalam hal lainnya, kita perlu membangun sifat pantang menyerah. Sebab ketika kita memutuskan untuk menyerah dalam menggapai sesuatu, maka sama artinya kalau kita pasrah dengan kegagalan.
Sedangkan jika kita semakin berusaha, maka semakin terbuka juga pintu menuju kesuksesan.
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun di bawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia. Kemudian Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambah dengan gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen). Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori bahwa orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).
BUDAYA JEPANG BACA
Majunya negara Jepang tidak terlepas dari masyarakatnya yang begitu erat dengan budaya membaca. Rajin membaca membuat masyarakat Jepang pun semakin memperoleh banyak pengetahuan.
Tidak sulit untuk menemukan seorang yang sedang membaca saat berada di Jepang, sebab di kendaraan umum sekalipun banyak didapati orang yang sedang membaca buku, khususnya saat sedang di kereta. Selain itu, masyarakat Jepang lebih senang menghabiskan waktu luang untuk membaca buku, dari pada untuk hal-hal yang mereka anggap tidak bermanfaat.
Tidak peduli sedang berada dimana dan posisi apa saja duduk atau berdiri, banyak orang yang memanfaatkan waktu untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat manga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah. Buku pengetahuan disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa Inggris, Perancis, Jerman, dan sebagainya).
BUDAYA JEPANG KERJASAMA KELOMPOK
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang.
BUDAYA JEPANG MANDIRI
Sejak usia dini anak dilatih untuk melakukan sesuatu secara mandiri. Kota Yochien (nama salah satu kota di Jepang) setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Mahasiswa mengandalkan kerja part-time atau kerja paruh waktu untuk biaya kuliah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka meminjam uang ke orang tua yang nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya. Jadi, bukan meminta uang orang tua yang tidak akan dikembalikan ya, anak-anak dilatih bertanggung jawab dari kecil jadi saat mereka meminjam uang pasti akan dikembalikan saat sudah mempunyai uang dari hasil kerja kerasnya. Hal ini membuat anak-anak di Jepang tidak manja saat menghadapi suatu masalah dalam hidupnya dan mampu mencari jalan keluarnya dengan baik.
BUDAYA JEPANG JAGA TRADISI
Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi tradisi orang Jepang. Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila mendapat tawaran dari orang lain. Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Walaupun mereka sebenarnya tidak mau menerima tawaran orang lain, maka mereka mencari alasan lain daripada mereka mengucapkan kata “tidak” selain itu mereka juga tidak pernah mengucapkan “tidak enak” pada makanan yang mereka makan pasti mereka mengucapkan “enak” walaupun makanan itu tidak enak sebenarnya. Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petani. Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk orang yang masih bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.
BUDAYA JEPANG MENGHORMATI ORANG LAIN
Di Indonesia dan di beberapa negara lain, biasanya untuk menyapa seseorang cukup dengan bersalaman atau bahkan melambaikan tangan. Namun hal ini sangat berbeda dengan orang Jepang. Di Jepang, untuk menyapa seseorang biasanya dilakukan dengan membungkuk badan yang disebut dengan budaya Ojigi.
Budaya yang satu ini memiliki makna yang begitu mendalam, khususnya untuk menunjukkan rasa saling menghormati. Tentu saja, dengan menghormati orang lain, maka hubungan sosial juga akan semakin erat.
Namun ada beberapa makna setiap ojigi yang dilakukan baik minta maaf, cara menyapa dan lain-lainnya bisa membaca lebih jelas melalui artikel makna ojigi.
BUDAYA JEPANG MENGHARGAI PROSES MENUJU SUKSES
Setiap orang tentu saja menginginkan sebuah kesuksesan, bahkan tidak sedikit yang ingin sukses dengan instan. Namun hal yang seperti demikian tidak berlaku bagi sebagian besar masyarakat Jepang, sebab bagi mereka, kesuksesan yang instan tidak bisa bertahan lama. Maka dari itu, orang Jepang selalu mengutamakan proses yang ada dengan membangun sebaik mungkin pondasi dari karir.
Setiap budaya memiliki banyak dampak positif, namun bukan berarti tidak memiliki sisi negatif sama sekali. Namun untuk itu, setiap budaya yang kamu rasa berguna, maka kamu bisa meniru. Namun jika ada sesuatu yang terlihat kurang baik, maka perlu memiliki sikap yang bijak. Menurut nakama pongo, apa budaya Jepang yang perlu banget untuk di tiru? Selain itu terkait dengan budaya Jepang bisa di baca juga pada artikel wikipedia
Sudah bukan hal baru bahwa saat ini Jepang merupakan negara pertama Asia yang mampu bersaing dengan Negara barat yang nota bene adalah ujung tombak dalam deretan Negara maju. Namun negara Jepang juga terkenal dengan yang banyak memiliki budaya yang unik-unik dan terkadang budaya mereka perlu kita contoh dalam kehidupan kita sehari-hari. Ada beberapa budaya orang Jepang yang patut kita tiru, diantaranya yaitu:
BUDAYA JEPANG KERJA KERAS
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun). Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan. Di kampus, Profesor juga biasa pulang malam (tepatnya pagi ), membuat mahasiswa tidak enak pulang lebih dulu. Fenomena Karoshi (mati karena kerja keras) mungkin hanya ada di Jepang. Sebagian besar literatur menyebutkan bahwa dengan kerja keras inilah sebenarnya kebangkitan dan kemakmuran Jepang bisa tercapai.
BUDAYA JEPANG DISIPLIN dan MENGHARGAI WAKTU
Dengan semangat kerja keras yang dimiliki orang jepang, sudah tentu mereka akan sangat menghargai waktu dan disiplin. Karena dengan disiplin dan menghargai waktu merupakan salah satu kebiasaan yang dapat mengantarkan kita menuju kesuksesan. Orang Jepang juga terkenal sangat menghargai waktu, dan memiliki prinsip bahwa waktu adalah uang, sehingga buang-buang waktu sama saja halnya dengan buang-buang uang.
Hal ini tampak dari kebiasaan orang Jepang yang selalu tepat waktu, terutama untuk pertemuan yang penting. Saat bekerja pun, orang Jepang akan lebih memilih untuk kerja lembur dari pada pulang cepat.
Budaya Jepang yang satu ini sepertinya perlu sekali untuk ditiru oleh masyarakat +62 yang terkenal dengan jam karet. Apabila kamu meniru budaya menghargai waktu ini, maka akan hal yang dipengaruhi olehnya, mulai dari karir bahkan hingga pada kesehatan sekalipun.
BUDAYA JEPANG MALU
Budaya malu sudah ada sejak masa dari leluhur orang Jepang, dan masih begitu melekat dalam diri orang Jepang. Malu yang dimaksud di sini ialah rasa malu yang begitu besar karena tidak dapat mengemban tugas dan tanggung jawabnya.
Salah satu contohnya, jika seorang pejabat telah gagal dalam menjalankan tugasnya dan melakukan sebuah kesalahan yang fatal, maka pejabat itu sendirilah yang akan meminta pengunduran diri karena akan merasa sangat malu.
Orang Jepang akan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam setiap kewajibannya. Hanya saja, rasa malu yang berlebihan juga bisa membawa banyak hal negatif, contohnya saja, ada kasus seorang anak bunuh diri karena malu dengan nilai sekolahnya yang buruk. Maka dari itu, meskipun budaya malu memiliki dampak yang positif, namun kita pun harus bijak dalam meniru.
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusuk pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (menteri, politikus, dan sebagainya) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian tiket kereta, masuk ke stadion untuk menonton sepak bola, di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di stasiun”, mereka berjajar rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan atau pun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.
BUDAYA JEPANG HIDUP HEMAT
Orang Jepang juga sangat baik dalam mengelola keuangan mereka, dan memiliki sikap yang anti konsumerisme. Hal ini bisa terlihat di hampir setiap aktivitas sehari-hari mereka, yang selalu menggunakan prinsip hemat. Salah satu contohnya, banyak orang Jepang yang lebih memilih menggunakan transportasi umum bukan karena tidak mampu membeli kendaraan pribadi, tetapi karena lebih hemat.
Selain itu, di orang Jepang juga jarang mentraktir orang lain. Meskipun mereka mengajak untuk makan bersama di sebuah tempat makan, namun bukan berarti mereka akan mentraktir orang yang diajak tersebut.
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini terlihat dalam berbagai bidang kehidupan. Di Jepang, para ibu rumah tangga rela naik sepeda menuju toko sayur agak jauh dari rumah, hanya karena lebih murah 20 atau 30 yen. Banyak keluarga Jepang yang tidak memiliki mobil, bukan karena tidak mampu, tapi karena lebih hemat menggunakan bus dan kereta untuk bepergian. Profesor Jepang juga terbiasa naik sepeda tua ke kampus, bareng dengan mahasiswa-mahasiswa.
BUDAYA JEPANG LOYALITAS
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan.
BUDAYA JEPANG INOVASI
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Contohnya saja Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman, Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk.
BUDAYA JEPANG PANTANG MENYERAH
Sudah sejak lama bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang pantang menyerah. Bahkan dalam sejarah pun kita bisa melihat bagaimana gigihnya mereka untuk keluar dari persoalan yang mereka hadapi. Singkatnya, Jepang selalu bersikap kuat dalam menghadapi setiap masalah dan kegagalan. Budaya yang ini tentu saja sangat perlu untuk ditiru oleh kita semua, baik dalam pekerjaan, karir, perkuliahan dan dalam hal lainnya, kita perlu membangun sifat pantang menyerah. Sebab ketika kita memutuskan untuk menyerah dalam menggapai sesuatu, maka sama artinya kalau kita pasrah dengan kegagalan.
Sedangkan jika kita semakin berusaha, maka semakin terbuka juga pintu menuju kesuksesan.
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun di bawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia. Kemudian Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambah dengan gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen). Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori bahwa orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).
BUDAYA JEPANG BACA
Majunya negara Jepang tidak terlepas dari masyarakatnya yang begitu erat dengan budaya membaca. Rajin membaca membuat masyarakat Jepang pun semakin memperoleh banyak pengetahuan.
Tidak sulit untuk menemukan seorang yang sedang membaca saat berada di Jepang, sebab di kendaraan umum sekalipun banyak didapati orang yang sedang membaca buku, khususnya saat sedang di kereta. Selain itu, masyarakat Jepang lebih senang menghabiskan waktu luang untuk membaca buku, dari pada untuk hal-hal yang mereka anggap tidak bermanfaat.
Tidak peduli sedang berada dimana dan posisi apa saja duduk atau berdiri, banyak orang yang memanfaatkan waktu untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat manga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah. Buku pengetahuan disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa Inggris, Perancis, Jerman, dan sebagainya).
BUDAYA JEPANG KERJASAMA KELOMPOK
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang.
BUDAYA JEPANG MANDIRI
Sejak usia dini anak dilatih untuk melakukan sesuatu secara mandiri. Kota Yochien (nama salah satu kota di Jepang) setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Mahasiswa mengandalkan kerja part-time atau kerja paruh waktu untuk biaya kuliah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka meminjam uang ke orang tua yang nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya. Jadi, bukan meminta uang orang tua yang tidak akan dikembalikan ya, anak-anak dilatih bertanggung jawab dari kecil jadi saat mereka meminjam uang pasti akan dikembalikan saat sudah mempunyai uang dari hasil kerja kerasnya. Hal ini membuat anak-anak di Jepang tidak manja saat menghadapi suatu masalah dalam hidupnya dan mampu mencari jalan keluarnya dengan baik.
BUDAYA JEPANG JAGA TRADISI
Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi tradisi orang Jepang. Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila mendapat tawaran dari orang lain. Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Walaupun mereka sebenarnya tidak mau menerima tawaran orang lain, maka mereka mencari alasan lain daripada mereka mengucapkan kata “tidak” selain itu mereka juga tidak pernah mengucapkan “tidak enak” pada makanan yang mereka makan pasti mereka mengucapkan “enak” walaupun makanan itu tidak enak sebenarnya. Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petani. Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk orang yang masih bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.
BUDAYA JEPANG MENGHORMATI ORANG LAIN
Di Indonesia dan di beberapa negara lain, biasanya untuk menyapa seseorang cukup dengan bersalaman atau bahkan melambaikan tangan. Namun hal ini sangat berbeda dengan orang Jepang. Di Jepang, untuk menyapa seseorang biasanya dilakukan dengan membungkuk badan yang disebut dengan budaya Ojigi.
Budaya yang satu ini memiliki makna yang begitu mendalam, khususnya untuk menunjukkan rasa saling menghormati. Tentu saja, dengan menghormati orang lain, maka hubungan sosial juga akan semakin erat.
Namun ada beberapa makna setiap ojigi yang dilakukan baik minta maaf, cara menyapa dan lain-lainnya bisa membaca lebih jelas melalui artikel makna ojigi.
BUDAYA JEPANG MENGHARGAI PROSES MENUJU SUKSES
Setiap orang tentu saja menginginkan sebuah kesuksesan, bahkan tidak sedikit yang ingin sukses dengan instan. Namun hal yang seperti demikian tidak berlaku bagi sebagian besar masyarakat Jepang, sebab bagi mereka, kesuksesan yang instan tidak bisa bertahan lama. Maka dari itu, orang Jepang selalu mengutamakan proses yang ada dengan membangun sebaik mungkin pondasi dari karir.
Setiap budaya memiliki banyak dampak positif, namun bukan berarti tidak memiliki sisi negatif sama sekali. Namun untuk itu, setiap budaya yang kamu rasa berguna, maka kamu bisa meniru. Namun jika ada sesuatu yang terlihat kurang baik, maka perlu memiliki sikap yang bijak. Menurut nakama pongo, apa budaya Jepang yang perlu banget untuk di tiru? Selain itu terkait dengan budaya Jepang bisa di baca juga pada artikel wikipedia
KosaKata Bahasa Jepang Slank
Bahasa Jepang yang biasa didapatkan di sekolah nakama pongo mungkin bahasa Jepang dalam bentuk “sonkeigo” atau bentuk sopan bahasa Jepang, tidak ada sekolah yang mengajarkan bahasa Jepang slank atau yang. Baca Selanjutnya
Continue Reading
Minuman Jepang Beralkohol
Hai, bagi nakama pongo pecinta alkohol mana suaranya? Kali ini kami akan memberikan informasi yang sangat menarik bagi nakama pongo yang sangat menyukai dengan yang namanya minuman beralkohol. Penasaran?. Baca Selanjutnya
Continue Reading
Minuman Jepang Non Alkohol Ternyata Ada di Indonesia
Nakama pongo kemarin kita sudah membuat artikel terkait kosa kata minuman Jepang bukan, namun jika ada yang belum baca artikel tentang kosa kata minuman Jepang nakama pongo bisa membacanya melalui. Baca Selanjutnya
Continue Reading
Mengenal Kosa Kata, Pola Kalimat dan Percakapan Minuman Dalam Bahasa Jepang
Nakama pongo masih ingat kemarin kita membahas artikel tentang apa? Ya benar sekali, kemarin kita membahas artikel tentang makanan dan masakan dalam bahasa Jepang, selain itu juga dibahas sedikit tentang. Baca Selanjutnya
Continue Reading